Psikologi Kreatif Inovatif https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/PsikologiKreatifInovatif <p>Psikologi Kreatif Inovatif sebagai publikasi tulisan artikel ilmiah di bidang Psikologi baik Psikologi Klinis maupun Psikologi Industri.</p> <p>&nbsp;</p> <p>E-ISSN:&nbsp;<a title="Psikologi Kreatif Inovatif" href="https://issn.lipi.go.id/terbit/detail/20210831231524019">2808-3849</a></p> <p>P-ISSN:&nbsp;<a href="https://issn.lipi.go.id/terbit/detail/20211015321816428" target="_blank" rel="noopener">2808-4411</a></p> <p>DOI: <a href="https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/PsikologiKreatifInovatif/issue/archive" target="_blank" rel="noopener">https://doi.org/10.37817/PsikologiKreatifInovatif</a></p> Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI en-US Psikologi Kreatif Inovatif 2808-4411 Pengaruh Beban Kerja dan Kompensasi Psikologis terhadap Kepuasan Kerja Guru Sekolah Swasta X di Bogor https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/PsikologiKreatifInovatif/article/view/5709 <p>Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh mana faktor<br>beban kerja dan bentuk penghargaan psikologis berimplikasi pada tingkat kepuasan<br>kerja guru di lingkungan Sekolah Swasta X, Bogor. Peneliti menerapkan rancangan<br>kuantitatif dengan analisis regresi linear, sedangkan pengambilan sampel dilakukan<br>dengan teknik sampling jenuh. Data penelitian diperoleh melalui penggunaan skala<br>Likert sebagai instrumen pengukuran. Hasil kajian statistik menunjukkan bahwa<br>beban kerja memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja guru dengan nilai koefisien<br>regresi 0,255, sementara kompensasi psikologis menunjukkan nilai 0,344. Ketika<br>diuji secara bersamaan, kedua variabel tersebut, yakni beban kerja dan kompensasi<br>psikologis, juga memberikan dampak signifikan dengan nilai F sebesar 10,767. Dari<br>temuan tersebut dapat ditarik makna bahwa kepuasan kerja dapat dimaksimalkan<br>melalui distribusi beban kerja yang lebih adil serta melalui pemberian kompensasi<br>psikologis yang proporsional.</p> <p>The main objective of this study is to identify the extent to which workload factors<br>and forms of psychological rewards have implications on the level of job<br>satisfaction of teachers in Private School X, Bogor. The researcher applied a<br>quantitative design with linear regression analysis, while sampling was carried out<br>with a saturated sampling technique. The research data was obtained through the<br>use of the Likert scale as a measurement instrument. The results of the statistical<br>study showed that the workload had an effect on teacher job satisfaction with a<br>regression coefficient value of 0.255, while psychological compensation showed a<br>value of 0.344. When tested simultaneously, the two variables, namely workload<br>and psychological compensation, also had a significant impact with an F value of<br>10.767. From these findings, it can be deduced that job satisfaction can be<br>maximized through a fairer distribution of workload and through the provision of<br>proportionate psychological compensation.</p> Quroh Ayuni Rahmalia Usman Effendi Zainun Mu’tadin Muchliyanto Copyright (c) 2025-11-03 2025-11-03 5 3 10 23 10.37817/psikologikreatifinovatif.v5i3.5709 Implementasi Kepemimpinan Adaptif dalam Film Boderless Fog https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/PsikologiKreatifInovatif/article/view/5710 <p>Kepemimpinan adaptif menjadi pendekatan penting dalam menghadapi dinamika<br>lingkungan yang penuh ketidakpastian, di mana model kepemimpinan konvensional<br>sering kali kurang mampu merespons kompleksitas perubahan sosial, ekonomi, dan<br>budaya. Pendekatan ini menekankan fleksibilitas, inovasi, serta kemampuan pemimpin<br>dalam mengelola konflik dan menjaga keberlanjutan organisasi. Penelitian ini bertujuan<br>menganalisis bagaimana prinsip kepemimpinan adaptif diimplementasikan dalam film<br>Borderless Fog serta mengevaluasi relevansi konsep tersebut terhadap konteks sosial dan<br>budaya. Kajian dilakukan melalui analisis kualitatif dengan pendekatan kajian film dan<br>literatur kepemimpinan adaptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa film Borderless Fog<br>merepresentasikan kepemimpinan adaptif melalui narasi konflik perbatasan<br>Indonesia-Malaysia, di mana tokoh-tokoh digambarkan mampu bertransformasi, menahan<br>tekanan, dan membangun kolaborasi dalam situasi krisis. Nilai-nilai seperti fleksibilitas<br>kognitif, ketahanan emosional, dan keberanian dalam pengambilan keputusan muncul<br>sebagai faktor utama dalam menghadapi disrupsi dan ketegangan sosial. Selain itu, film<br>berperan sebagai media edukatif yang memperlihatkan keterkaitan kepemimpinan adaptif<br>dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam hal pertumbuhan ekonomi<br>(SDG 8) dan institusi yang kuat (SDG 16).Dampak penelitian ini memperkuat<br>pemahaman mengenai peran film sebagai sarana representasi dan edukasi kepemimpinan<br>adaptif. Studi ini membuka peluang bagi riset lanjutan untuk mengeksplorasi representasi<br>kepemimpinan dalam media lain maupun memperluas kajian terhadap film-film lokal<br>yang menyoroti dinamika kepemimpinan dalam konteks globalisasi dan disrupsi digital.</p> <p>Adaptive leadership has become an essential approach in addressing the dynamics of an<br>uncertain environment, where conventional leadership models often fall short in<br>responding to the complexity of social, economic, and cultural changes. This approach<br>emphasizes flexibility, innovation, as well as the leader’s ability to manage conflicts and<br>ensure organizational sustainability. This study aims to analyze how the principles of<br>adaptive leadership are implemented in the film Borderless Fog and to evaluate the<br>relevance of this concept within social and cultural contexts. The study is conducted<br>through qualitative analysis using film studies and adaptive leadership literature. The<br>findings reveal that Borderless Fog represents adaptive leadership through the narrative of Indonesia–Malaysia border conflicts, where the characters are portrayed as capable of<br>transforming, withstanding pressure, and fostering collaboration in crisis situations.<br>Values such as cognitive flexibility, emotional resilience, and courage in decision-making<br>emerge as key factors in navigating disruption and social tensions. Furthermore, the film<br>serves as an educational medium that illustrates the connection between adaptive<br>leadership and sustainable development goals, particularly in economic growth (SDG 8)<br>and strong institutions (SDG 16). The impact of this research reinforces the<br>understanding of film’s role as a medium of representation and education on adaptive<br>leadership. This study opens opportunities for further research to explore the<br>representation of leadership in other forms of media or to expand the examination of<br>local films that highlight leadership dynamics within the context of globalization and<br>digital disruption.</p> Asti Evellyna Callysta Erindah Dimisyqiyani Amaliyah Gagas Gayuh Aji Rizki Amalia Copyright (c) 2025-11-03 2025-11-03 5 3 24 34 10.37817/psikologikreatifinovatif.v5i3.5710 Studi Kualitatif Tentang Kepemimpinan Implisit Pada Film Shrek the Third https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/PsikologiKreatifInovatif/article/view/5711 <p>Kepemimpinan tradisional seringkali dipahami melalui posisi formal atau jabatan<br>struktural, namun efektivitasnya sering ditentukan oleh persepsi pengikut dan karakter<br>personal, sehingga muncul kontradiksi antara otoritas resmi dan pengaruh nyata. Penelitian<br>ini bertujuan menganalisis representasi kepemimpinan implisit dalam film Shrek the<br>Third, mengidentifikasi bentuk kepemimpinan tanpa jabatan formal, serta menilai<br>relevansinya terhadap prinsip pengurangan ketidaksetaraan SDG 10. Metode yang<br>digunakan adalah kualitatif dengan observasi adegan film dan studi pustaka, dianalisis<br>secara induktif melalui analisis isi untuk menemukan pola kepemimpinan implisit.<br>Hasil menunjukkan Fiona, Shrek, dan Arthur menampilkan kepemimpinan<br>melalui keberanian, empati, dan motivasi kelompok, meski tanpa otoritas resmi; Fiona<br>mengarahkan putri-putri melarikan diri, Shrek memberi contoh penerimaan diri, dan<br>Arthur menginspirasi penjahat untuk berubah. Temuan ini menegaskan bahwa<br>kepemimpinan efektif lahir dari persepsi pengikut, bukan hanya struktur formal.<br>Penelitian selanjutnya dapat memperluas ILT pada media populer lain untuk memahami<br>konstruksi kepemimpinan secara sosial.</p> <p>Traditional leadership is often understood through formal positions or structural roles,<br>yet its effectiveness frequently depends on followers’ perceptions and personal<br>character, creating a contradiction between official authority and actual influence.<br>This study aims to analyze the representation of implicit leadership in the film Shrek<br>the Third, identify forms of leadership without formal positions, and assess its relevance<br>to SDG 10 principles on reducing inequality. A qualitative approach was employed,<br>combining film observation and literature review, analyzed inductively through content<br>analysis to reveal patterns of implicit leadership. Results indicate that Fiona, Shrek, and<br>Arthur demonstrate leadership through courage, empathy, and group motivation despite<br>lacking official authority; Fiona directs the princesses to escape, Shrek models selfacceptance,<br>and Arthur inspires villains to change. These findings emphasize that<br>effective leadership arises from follower perceptions rather than formal structure.<br>Future research could extend ILT analysis to other popular media to understand social<br>construction of leadership.</p> Prameswari Alfi Esafitri Asti Evellyna Callysta Rizky Amalia Sinulingga Erindah Dimisyqiyani amaliyah Gagas Gayuh Aji Copyright (c) 2025-11-04 2025-11-04 5 3 35 44 10.37817/psikologikreatifinovatif.v5i3.5711 Dinamika Perubahan Emosi Remaja dan Relevansinya Terhadap Kepemimpinan Tokoh Utama dalam Film Inside Out 2 https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/PsikologiKreatifInovatif/article/view/5712 <p>Remaja adalah tahap kritis dalam perkembangan emosional yang memengaruhi pembentukan<br>identitas dan manajemen diri. Studi ini menganalisis representasi perubahan emosional remaja<br>dalamfilmInsideOut 2 danmeneliti relevansinya terhadap pengelolaan diri karakter utama,Riley.<br>Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui penayangan berulang, dokumentasi<br>adegan, analisis transkrip, dan catatan naratif. Temuan menunjukkan bahwa perjalanan emosional<br>Riley dari “Puberty Alarm” hingga penerimaan diri menggambarkan interaksi kompleks antara<br>emosi primer dan sekunder. Kemunculan emosi baru seperti Kecemasan mengganggu<br>pengambilan keputusan, namun Riley akhirnya kembali mengendalikan emosinya melalui<br>manajemen diri. Kontradiksi muncul ketika upayanya untuk menekan emosi lama memperkuat<br>konflik batin, menunjukkan bahwa menolak emosi bukanlah solusi, sementara penerimaan<br>mendorong kematangan emosional. Film ini secara efektif menggambarkan peran POAC<br>(perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian) dalam manajemen diri remaja.<br>Penelitian ini menyoroti potensi media populer sebagai alat pendidikan untuk memahami<br>kesehatan mental dan kepemimpinan remaja, sementara studi masa depan didorong untuk<br>mengadopsi pendekatan komparatif dengan media lain atau mengaitkan temuan dengan konteks<br>budaya yang beragam.</p> <p>Adolescence is a critical stage of emotional development that influences identity formation and<br>self-management. This study analyzes the representation of adolescent emotional changes in the<br>film Inside Out 2 and examines its relevance to the main character Riley’s self-management. The<br>research employed a qualitative approach through repeated viewing, scene documentation,<br>transcript analysis, and narrative notes. The findings indicate that Riley’s emotional journey from<br>the Puberty Alarm to self-acceptance demonstrates the complex interaction between primary and<br>secondary emotions. The emergence of new emotions such as Anxiety disrupted decision-making,<br>yet Riley eventually regained emotional control through self-management. A contradiction<br>appears when her attempt to suppress old emotions intensified inner conflict, showing that<br>rejecting emotions is not a solution, while acceptance fosters emotional maturity. The film<br>effectively illustrates the role of POAC(planning, organizing, actuating, controlling) in adolescent<br>self-management. This research highlights the potential of popular media as an educational tool<br>to understand mental health and youth leadership, while future studies are encouraged to adopt<br>comparative approaches with other media or relate findings to diverse cultural contexts.</p> Naufal Emery Asti Evellyna Callysta Rizky Amalia Sinulingga Erindah Dimisyqiyani Amaliyah Gagas Gayuh Aji Copyright (c) 2025-11-05 2025-11-05 5 3 45 55 10.37817/psikologikreatifinovatif.v5i3.5712 Pengaruh Komunikasi Interpersonal Dan Regulasi Emosi Terhadap Kepuasan Pernikahan Usia 0-10 Tahun Di Jakarta Timur https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/PsikologiKreatifInovatif/article/view/5713 <p>Penelitian bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan<br>Regulasi Emosi terhadap Kepuasan Pernikahan Usia 0-10 di Jakarta Timur. Responden<br>penelitian adalah 375 orang dewasa menikah usia 0-10 tahun di Jakarta Timur. Data<br>dikumpulkan menggunakan skala model likert dengan pengambilan sampel menggunakan<br>Nonprobability sampling dengan teknik Snowball Sampling. Berdasarkan hasil penelitian<br>menunjukan bahwa terdapat pengaruh komunikasi interpersonal terhadap kepuasan<br>pernikahan sebesar β = 0,167 dengan nilai positif dan signifikansi p &lt; 0,001 dan terdapat<br>pengaruh regulasi emosi terhadap kepuasan pernikahan sebesar nilai β = 0,695 dengan nilai<br>positif dan signifikansi p &lt; 0,001. Selain itu terdapat pengaruh komunikasi interpersonal<br>dan regulasi emosi terhadap kepuasan pernikahan menunjukan nilai F= 160,344 dan R2=<br>0,463 dengan nilai positif dan signifikansi p &lt; 0,001. Artinya terdapat Pengaruh<br>Komunikasi Interpersonal dan Regulasi Emosi terhadap Kepuasan Pernikahan Usia 0-10<br>di Jakarta Timur.</p> <p>The study aims to determine the Influence of Interpersonal Communication and<br>Emotion Regulation on Marriage Satisfaction Aged 0-10 in East Jakarta. The study<br>respondents were 375 married adults aged 0-10 years in East Jakarta. Data was collected<br>using the likert model scale with sampling using Nonprobability sampling with the<br>Snowball Sampling technique. Based on the results of the study, it was shown that there<br>was an effect of interpersonal communication on marital satisfaction of β = 0.167 with a<br>positive value and significance of p &lt; 0.001 and there was an influence of emotional<br>regulation on marital satisfaction of a value of β = 0.695 with a positive value and<br>significance of p &lt; 0.001. In addition, there was an effect of interpersonal communication<br>and emotion regulation on marital satisfaction, showing a value of F = 160.344 and R2 =<br>0.463 with a positive value and significance of p &lt; 0.001. This means that there is an<br>Influence of Interpersonal Communication and Emotion Regulation on Marriage<br>Satisfaction Aged 0-10 in East Jakarta.</p> Alfina Damayanti Nurhidaya Copyright (c) 2025-11-06 2025-11-06 5 3 56 62 10.37817/psikologikreatifinovatif.v5i3.5713