PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP PADA KONSERVASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENGAMAN PANTAI; STUDI KASUS BALI
Abstract
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas 3.374.668 Km2 yang terdiri dari 13.466 pulau, dengan
panjang garis pantai sepanjang 99.093 km (Badan Informasi Geospasial, 2015). Identifikasikan kebutuhan dan
potensi perbaikan pantai dari kerusakan erosi, dilakukan dengan menilai kerusakan dengan mengunakan variabel
utama seperti kemunduran garis pantai serta menentukan prioritas penangan dengan memperhatikan nilai
ekonomis kawasan tersebut. Kebutuhan dan skema pembiayaan, serta sumber Pendanaan dengan membuat model
pembiayaan ditentukan oleh cashflow untuk menyatakan kelayakan kegiatan investasi dalam penanganan
kerusakan maupun konservasi kawasan pantai dengan menggunakan analisis sensifitas didapat nilai IRR 29,62%
dengan discount rate 12% dengan B/C ratio 1,98 pada kondisi kehihangan nilai benefit 75%. Keterbatasan
pendanaan untuk pencapaia target pembangunan infrastruktur yang ditetapkan dalam RPJMN tahun 20152019,
adanya selisih pendanaan (funding gap) sehingga alternatif pembiayaan melalui Kerjasama PemerintahSwasta(KPS)/Public
Private Partnership (PPPs) dapat dilakukan dalam penyediaan infrastruktur. Penyediaan
infrastruktur sosial dalam bidang pariwisata pada kawasan pantai terbuka yang tidak memberlakukan tarif dapat
mengunakan Pembayaran Ketersediaan layanan (Availability Payment), namun jika dapat menarik tarif untuk
system pantai tertutup maka skema DBMF (Desain, Build, Finance, Maintain) dapat sebagai alternatif pembiayaan
perbaikan dan konservasi pantai khususnya pada pantai di Pulau Bali.