Rintisan Kader Binaan Bela Negara Mengawal Generasi Anti Narkoba
Abstract
Rehabilitasi penyalahgunaan narkotika adalah merupakan salah satu upaya dari pemerintah
dalam upaya menanggulangi terhadap bahayanya terhadap penyalahgunaan narkotika, menurut
Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Untuk mengetahui dan menjelaskan
faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas putusan hakim antara putusan rehabilitasi dan
pidana penjara bagi pelaku penyalahgunaan narkotika di Indonesia. Teori yang digunakan
adalah teori pembuktian kejahatan dan teori rehabilitasi. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode analisis yuridis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian tersebut,
berdasarkan rumusan Pasal 183 KUHAP, hakim untuk menentukan sah atau tidaknya terdakwa
dan untuk dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa harus memiliki empat syarat, yaitu: dua
alat bukti yang sah, hakim harus yakin bahwa terdakwa bersalah melakukan hal itu, dengan
adanya saksi, surat dan barang bukti itu sendiri. Setiap tindak pidana pasti ada sanksi yang
dibuktikan dalam proses persidangan dan harus ada putusan hakim. Dalam memutus tindak
pidana narkotika terkait penyalahgunaan narkotika Golongan I selain tumbuhan, hakim wajib
memberikan rehabilitasi medik dan sosial. Keleluasaan hakim untuk memutus tindak pidana
terkait penyalahgunaan narkotika dalam Pasal 127 jo Pasal 103 UU Narkotika.