Persepsi Penggemar terhadap Sistem Kepemimpinan Manajemen Idol Group JKT48 dalam Pengambilan Keputusan

  • Bintang Adi Chandra Universitas Airlangga
  • Hanifah Az Zahra Hasoloan Universitas Airlangga
  • Erindah Dimisyqiyani Universitas Airlangga
  • Amaliyah Universitas Airlangga
  • Rizki Amalia Sinulingga Universitas Airlangga
  • Gagas Gayuh Aji Universitas Airlangga

Abstrak

Twitter/X dan platform sejenis kini menjadi medium utama bagi penggemar JKT48 dalam
menyampaikan kritik maupun saran kepada manajemen. Ungkapan tersebut lahir tidak semata
karena ketidakpuasan terhadap harga tiket, kualitas acara, atau janji yang tidak ditepati, melainkan
juga karena kepedulian terhadap keberlanjutan grup dalam jangka panjang. Respons manajemen
cenderung reaktif dan tidak konsisten, biasanya baru muncul ketika kontroversi meluas di ruang
publik, sehingga menurunkan persepsi transparansi dan akuntabilitas. Meski demikian, masukan
penggemar terbukti memengaruhi kebijakan strategis seperti pemilihan lagu maupun pengelolaan
event dan menegaskan posisi penggemar sebagai pemangku kepentingan aktif, bukan sekadar
konsumen. Loyalitas emosional yang tetap terjaga meski disertai kekecewaan menegaskan peran
ganda penggemar sebagai pengkritik sekaligus penjaga legitimasi. Oleh karena itu, diperlukan
mekanisme komunikasi yang transparan dan partisipatif untuk memperkuat kepercayaan, menjaga
legitimasi, serta memastikan keberlanjutan jangka panjang. Studi komparatif pada ekosistem idola
di Asia Tenggara dapat membantu menilai apakah dinamika ini bersifat kultural atau memiliki
relevansi global.

Platforms such as Twitter/X have emerged as the dominant medium through which JKT48 fans
articulate criticism and suggestions toward management. These expressions arise not only from
dissatisfaction with ticket prices, event quality, or unmet commitments, but also from a genuine
concern for the group’s long-term sustainability. Management responses, however, are largely
reactive and inconsistent, often appearing only when controversies escalate publicly, thereby
weakening perceptions of transparency and accountability. Even so, fan input demonstrably shapes
strategic decisions ranging from song selection to event policies positioning fans as active
stakeholders rather than passive consumers. The persistence of emotional loyalty amid
dissatisfaction illustrates their dual role as critics and sustainers of legitimacy. Establishing
transparent and participatory communication mechanisms is thus essential for building trust,
maintaining legitimacy, and ensuring sustainable growth. Comparative studies within Southeast
Asian idol ecosystems may further illuminate whether these dynamics are culturally specific or
globally resonant.

##plugins.generic.usageStats.downloads##

##plugins.generic.usageStats.noStats##
Diterbitkan
2026-03-04